Teori kontingensi menganggap bahwa
kepemimpinan adalah suatu proses di mana kemampuan seorang pemimpin untuk
melakukan pengaruhnya tergantung dengan situasi tugas kelompok (group task
situation) dan tingkat-tingkat daripada gaya kepemimpinannya, kepribadiannya
dan pendekatannya yang sesuai dengan kelompoknya. Dengan perkataan lain,
menurut Fiedler, seorang menjadi pemimpin bukan karena sifat-sifat daripada
kepribadiannya, tetapi karena berbagai faktor situasi dan adanya interaksi
antara Pemimpin dan situasinya
Model Kontingensi dari kepemimpinan
yang efektif dikembangkan oleh Fiedler (1967). Menurut model ini, maka the performance of the group is contingen
upon both the motivasional system of the leader and the degree to which the
leader has control and influence in a particular situation, the situational
favorableness (Fiedler, 1974)
Dengan perkataan lain, tinggi
rendahnya prestasi kerja satu kelompok dipengaruhi oleh sistem motivasi dari
pemimpin dan sejauh mana pemimpin dapat mengendalikan dan mempengaruhi suatu
situasi tertentu
Untuk menilai sistem motivasi dari
pemimpin, pemimpin harus mengisi suatu skala sikap dalam bentuk skala semantic differential,
suatu skala yang terdiri dari 16 butir skala bipolar. Skor
yang diperoleh menggambarkan jarak psikologis yang dirasakan oleh peminpin
antara dia sendiri dengan “rekan kerja yang paling tidak disenangi” (Least
Prefered Coworker = LPC). Skor LPC yang tinggi menunjukkan bahwa pemimpin
melihat rekan kerja yang paling tidak disenangi dalam suasana menyenangkan.
Dikatakan bahwa pemimpin dengan skor LPC yang tinggi ini berorientasi ke
hubungan (relationship oriented).
Sebaliknya skor LPC yang rendah menunjukkan derajat kesiapan pemimpin untuk
menolak mereka yang dianggap tidak dapat bekerja sama. Pemimpin demikian, lebih
berorientasi ke terlaksananya tugas (task
oriented). Fiedler menyimpulkan bahwa:
1. Pemimpin
dengan skor LPC rendah (pemimpin yang berorientasi ke tugas) cenderung untuk
berhasil paling baik dalam situasi kelompok baik yang menguntungkan, maupun
yang sangat tidak menguntungkan pemimpin.
2. Pemimpin
dengan skor LPC tinggi (pemimpin yang berorientasi ke hubungan) cenderung untuk
berhasil dengan baik dalam situasi kelompok yang sederajat dengan
keuntungannya.
Sebagai landasan studinya, Fiedler menemukan 3 (tiga) dimensi kritis daripada situasi atau lingkungan yang mempengaruhi gaya Pemimpin yang sangat efektif, yaitu:
Sebagai landasan studinya, Fiedler menemukan 3 (tiga) dimensi kritis daripada situasi atau lingkungan yang mempengaruhi gaya Pemimpin yang sangat efektif, yaitu:
a. Kekuasaan
atas dasar kedudukan/jabatan (Position
power)
Kekuasaan
atas dasar kedudukan / jabatan ini berbeda dengan sumber kekuasaan yang berasal
dari tipe kepemimpinan yang kharismatis, atau keahlian (expertise power). Berdasarkan atas kekuasaan ini seorang pemimpin
mempunyai anggota-anggota kelompoknya yang dapat diperintah / dipimpin, karena
ia bertindak sebagai seorang Manager, di mana kekuasaan ini diperoleh
berdasarkan atas kewenangan organisasi (organizational
authority).
b. Struktur tugas (task structure)
Pada
dimensi ini Fiedler berpendapat bahwa selama tugas-tugas dapat diperinci secara
jelas dan orang-orang diberikan tanggung jawab terhadapnya, akan berlainan
dengan situasi di mana tugas-tugas itu tidak tersusun (unstructure) dan tidak
jelas. Apabila tugas-tugas tersebut telah jelas, mutu daripada penyelenggaraan
kerja akan lebih mudah dikendalikan dan anggota-anggota kelompok dapat lebih
jelas pertanggungjawabannya dalam pelaksanaan kerja, daripada apabila
tugas-tugas itu tidak jelas atau kabur.
c. Hubungan
antara Pemimpin dan anggotanya (Leader-member
relations)
Dalam
dimensi ini Fiedler menganggap sangat penting dari sudut pandangan seorang
pemimpin. Kekuasaan atas dasar kedudukan / jabatan dan struktur tugas dapat
dikendalikan secara lebih luas dalam suatu badan usaha / organisasi selama
anggota kelompok suka melakukan dan penuh kepercayaan terhadap kepimpinannya
(hubungan yang baik antara pemimpin-anggota).
Berdasarkan ketiga
variabel ini Fiedler menyusun delapan macam situasi kelompok yang berbeda
derajat keuntungannya bagi pemimpin. Situasi dengan dengan derajat keuntungan
yang tinggi misalnya adalah situasi dimana hubungan pemimpin-anggota baik,
struktur tugas tinggi, dan kekuasaan kedudukan besar. Situasi yang paling tidak
menguntungkan adalah situasi dimana hubungan pemimpin-anggota tidak baik,
struktur tugas rendah dan kekuasaan kedudukan sedikit.
B. Pedoman
Wawancara
I.
Subjek
A.
Identitas Subjek
1.
Nama (Inisial) :
2.
Jenis Kelamin :
3.
Usia :
4.
Tinggi Badan :
5.
Berat Badan :
B. Daftar Pertanyaan
1.
Bagaimana bentuk organisasi
yang anda pimpin ?
2.
Bagaimana perkembangan
organisasi yang anda pimpin ?
3.
Bagaimana pembagian kewenangan
dalam memanajemen organisasi ini ?
4.
Bagaimana hubungan anda dengan
pegawai ?
5.
Bagaimana sikap anda jika
mendapati ada pegawai yang bersikap skeptis ?
6.
Bagaimana tindakan anda jika
menemukan pegawai yang kurang inisiatif ?
7.
Bagaimana cara anda agar
pegawai anda dapat satu visi misi dengan anda?
8.
Bagaimana strategi anda untuk
menjaga solidaritas antar pegawai anda?
C. Hasil Wawancara
I. Subjek
A. Identitas Subjek
1.
Nama (Inisial) : A
2.
Jenis Kelamin : Laki-laki
3.
Usia : ±25 Tahun
4.
Tinggi Badan : ±170 cm
5.
Berat Badan : ±70 Kg
B. Verbatim
Interviewer:
“malem bro”
Interviewee:
“malem bro”
Interviewer:
“San gue mau wawancara lu sebentar ya”
Interviewee:
“Boleh boleh silahkan”
Interviewer:
“Eemm lu itu ketua umum kan di sebro nii”
Interviewee:
“Iya betul gue sebagai ketua umum di sebro ini”
Interviewer:
”Bisa di ceritain gak sih sebenernya rumah sebro tu sebenernya apa
sih?”
Interviewee:
”Sumber gimana maksudnya?”
Interviewer:
”Emm apa rumah sebro? Sebro tuh apa? Apakah tempat belajar?”
Interviewee:
”Rumah sebro kalo dari secara garis awal kita bermula berdiri itu dulu
sebenernya gue membuat sebuah kedai, kedai restoran sih kecil – kecilan, jadi
dulu tuh awalnya, gue lulus sekolah gue udah punya niatan buka kedai tapi di
tengah perjalanan gua ngerintis usaha gue itu, gue mengalami em apa itu namanya
kekurangan secara financial, jadi
ituu pas karena gue juga suka hobi gitu kan gua ada hobi yang gue suka jadi
gitu kan di musik, dan temen-temen gue pun sama gabung dari grup perkusi
emping, trus kita juga suka juga sama gambas, sket santai, kita bikin komunitas
sket santai, trus ada juga teater kabita, dan juga akhirnya waktu pas itu dulu
inget banget, waktu bulan april itu kita eeh lomba di bekasi, nah awal mula
rumah sebro nih, dulu kita latihan perkusi di rumah, disini gitu kan di sebro,
dulu tuh eeh kita latih-latihan gitu kan
disini, jadi banyak anak-anak kecil di sekitar rumah gue ini dia tuh pada
dateng gitu kan (suara motor lewat) karena memang kan gue bikin suara gaduh,
tapi gaduh yang unik gitu kan dengan kita bermain musik dari alat bekas gitu
kan, akhirnya kita tuh melihat dari segi sisi anak tersebut kayaknya tuh mereka
mau belajar gitu kan, karena kalo liat dari mukanya sendiri mereka tuh antusias
banget sampe dateng gitu kan, rutin banget, kalo lagi latihan pasti ada anak,
rame tuh pasti pada dateng kan anak, akhirnya eeuu setelah kita pikir-pikir,
setelah kita lomba dan alhamdulillah juga, gue lomba waktu itu di bekasi menang
juara 2, lomba piala walikota waktu itu, dan akhirnya setelah gue kumpul-kumpul
lagi sama temen-temen kita sepakat nih kayaknya ngeliat keadaan yang di sekitar
sini gitu kan melihat antusias anak-anak di sekitar sini, makanya mita membuat
rumah belajar gitu kan buat mereka, karena memang terkadang kalo kita kumpul
disitu udah kaya basecamp sih, basecamp anak-anak buat kumpul gambar,
kita sering sharinggambar, tukar
pikiran juga gitu kan, akhirnya tercetuslah suatu eeuu inisiatif dari
temen-temen semua dan kesepakatan bareng-bareng kita untuk rumah sebro gitu
kan”.
Interviewer:
“Jadi intinya rumah sebro itu sekarang
jadi kaya semacem sekolah ya buat..”
Interviewee: ”Engga
sih kalo sekolah, belum kayaknya, kita lebih ke sanggar”.
Interviewer:
“Oh sanggar seni (iya) musik”
Interviewee:
“Seni musik, tari”.
Interviewer:
“Trus itu kaya kedai kopi lu tuh punya sebro apa punya lu sendiri?”
Interviewee:
”Kalo sebenernya kalo kedai kopi sendiri
punya gua, emang sebenernya tuh dulu awalnya itu kan sebro, kedai sebro mau
bikinnya, cuman emang dulu mindset
sedikit berubah gara-gara kekurangan secara financial,
jadinya kita buat dulu rumah belajar gitu kan, entah kenapa jadi mindsetnya berubah jadi rumah belajar
buat anak-anak kursus gitar, jadinya kita lebih ke sanggar yang berbasis
komunitas”.
Interviewer:
“Oh kumunitas”.
Interviewee:
“Kita berbagi, dengan berbagi menu kita berbagai ilmu, kalo kedai sendiri itu
alhamdulillah setelah 1 tahun lewat dari rumah sebro bisa terwujud lah
keinginan yang ingin gue capai membangun sebuah kedai”
Interviewer:
“Itu kedai wewenangnya secara garis besar punya lu sendiri apa ada masuk campur
tangan dari sebro”
Interviewee:
“Kalo kedai sendiri sih gue sendiri”
Interviewer:
“Kalo wewenang lu di rumah sebro tuh sebagai ketua tuh, apa aja ya san?”
Interviewee:
“Sebagai ketua ya gue lebih pendekatan ya sama teman-teman, kaya semacam eeh
kan kita punya program juga, program rumah sebro itu ada beberapa, yaitu salah
satunya ada malam kreasi itu agenda kita setahun sekali kalo itu agenda besar
kita untuk malam terakhir, karena
kita belajar di setiap minggu, dan dipentaskan di akhir tahun itu, jadi kita
setiap acara itu setahun sekali nunjukin bakat-bakat temen-temen yang kita kita
udah belajar kita pentaskan kembali, juga kita ada, lagi program berjalan sih,
kita namanya ada rabu baca, setiap hari rabu kita baca dan juga diskusi
(terdengar suara motor) terus terkadang juga disitu kaya jadi perpustakaan
umum, anak-anak kecil suka baca buku disini karena kita juga menyediakan, bagi
temen-temen pun yang mau eem apa namanya berbagi buku-buku yang memang sudah
tidak dibaca lagi bisa dibagikan disini gitu kan, juga kita ada sabtu
berbudaya, nah itu memang belum berjalan cuman pelan-pelan sih untuk sabtu
berbudaya sendiri, terus juga kalo untuk secara.. tadi apa, wewenang ya?”
Interviewer:
“Iya wewenang sebagai ketua umum, lu ketua umum kan ya?”
Interviewee:
”Ketua umum itu kan karena, kalo dalam
struktur, gue sebagai ketua umum didampingi sama beberapa divisi, ada ketua
divisi, jadi masing-masing itu ada ketuanya, secara keseluruhan sih kita kalo
buat mengatur keseluruhan kita lebih ke menyerahkan langsung kepada masing-masing divisi gitu
kan, setidaknya tapi ada laporan, minimal laporannya tersebut, apa program
kerjanya dan apa yang ingin dikerjakan”
Interviewer:
”Okeehh, terus hubungan lu sama anak
buah, gue sebutnya anak buah jangan?”
Interviewee:
”Jangan lah, kalo anak buah kesannya ini
banget, kalo gue sih lebih kekeluargaan ya disini, jadi sebenernya kalo secara
struktur emang iya gitu kan tapi kalo secara yang kita tetapkan disini lebih
kekeluargaan, intinya kalo secara hubungan sih alhamdulillah baik, tapi memang
pasti ada aja yang ada suatu hal yang berbau konflik kaya beda pendapat tapi
kita selalu setelah berbeda pendapat kita evaluasi,apa nih jadi setelah
evaluasi kita kembali lagi”
Interviewer
: “Oke,ada rekan lu yang ga lu senengin
ngga?”
Interviewee:
”Kalo rekan yang ngga disenengin sih”
Interviewer:
”Misalkan dari cara pendapatnya gitu
atau,orangnya skeptis gitu”
Interviewee:
”Oh, adalah ada ya mungkin
kalo untuk hal yang seperti itu sih gue wajarin deh karena kita pasti
masing-masing orang karakternya beda-beda tetapi kalo untuk secara suka ga suka
sih mau ga mau harus suka karna kita kan disini berkomunikasi gitu kan
perbedaan pendapat itu kan pasti gitu kan dan juga untuk penanganan sendiri gue
lebih ke pendekatan gitu kan karena dari situ kita bisa tahu paham karakter
orang itu seperti apa”
Interviewer:
”Terus gimana sih perasaan lo ngelihat
rekan kaya gitu gimana?”
Interviewee:
”Kalo yang pasti kaya gitu terkadang
gondok ya suka gondok gitu kan ya tapi ya balik lagi gue gaboleh egois kan karna walaupun disini
gue punya wewenang tapigue harus melihat dulu kan secara kita lihat dari sisi
apa dulu nih kalo fatal ya kita harus tegas tapi kalo misalnya masih bisa ditoleransi
ya tetep yaudah yang penting jangan egois gitu”
Interviewer:
”Biasanya orang-orang kaya gitu,yang
ngga lu senengin itu dari apanya sih?apa ada”
Interviewee:
”Terkadang sih suka apatis sih terkadang
kalo kita lagi rapat dia diem gitu kan terkadang kalo misalkan memang eee
inisiatifnya kurang,gitu gitu”
Interviewer:
”Terus apa yang lo lakuin?”
Interviewee:
”Ya, pendekatan jadi pelan-pelan dan gua
secara pertama aaaa kalo gue sih lebih ngeliat dulu anaknya kenapa gitu kan, pasti ada satu hal kaya
contoh ada masalah gitu kan.karna kita bisa lihat dari segi body languagenya
dia juga gitu..kalo misalkan lagi ada masalah gitu kan biasanya ketauan banget
tuh anak oh ini yang biasanya dia rame eh tiba-tiba diem gitu kan tapi kalo
anak anaknya dari awal memang seperti itu ya kita bisa paham gitu karena memang karakternya dia
ngga bisa kalo ngomong lagi
bermusyawarah lagi rapat tuh ngga
bisa makanya gua lebih pendekatan,itu ngobrol langsung berdua gitu kan
interpersonal gitu kan ngobrol berdua apa yang lo rasain ee eungkapin gitu aja”
Interviewer:
”Terus kalo struktur tugas eee di kedai
subro itu sendiri?”
Interviewee:
”Kedai?Kedai?”
Interviewer:
”Oh sekolah subro,sorry salah
ngomong.apa sebutannya?”
Interviewee:
”Sanggar sih inshaAllah sanggar..”
Interviewer:
”Oh sanggar..subro apanih?”
Interviewee:
”Sanggar rumah subro..Ada rumahnya karna
tempat naung”
Interviewer:
”Itu struktur tugasnya kaya gimana?”
Interviewee:
”Kalo struktur tugas sih ya
tadi,kembalikan aja pada masing-masing divisi tapi masing-masing divisi kan dia
punya program.program-programnya itu misalnya dari setiap divisi kan smisal
sastra nah itu dia ada program misalnya Rabu baca,mereka bikin puisi dan mereka
ada bedah karya buku siapa gitu misalnya atau novel gitu kan terus kalo untuk
temen temen yang lainnya kaya divisi tari itu mereka ada program
latihan,program perlombaan, gitu kan terus untuk seni rupanya mereka ada kumpul gambar bareng
kadang sharing bareng terus juga
mereka ada apa namanya kaya membuat
pameran gitu-gitu terus lebih ke praktek
sih kalo untuk yang seni rupa.kalo untuk
music sendiri sama kita juga ada namanya
selasa music kita setiap selasa music kita kumpul kita sharing music kita bikin lagu kita mix lagu
cover lagu intinya sih lebih ke
hal hal music gitu kan terus kalo untuk yang seni kriya nya itu kita produktif
sih ada alat lukis gitu kan terus ada sepatu lukis tas luki gitu kan lebih ke bisnis sih kalo untuk yang ininya gitu”
Interviewer:
”Oke…emmmm lo kan sebagai ketua umum
ya otomatis gimana caranya rekan rekan lo itu bisa menjalani apa yang lo
inginkan kan,nah cara cara lo supaya anak anak bisa searah sejalur itu gimana
tuh?apa tiap minggu harus dibeberkan misi misinya itu apa gimana?”
Interviewee:
”Mmmm engga sih kita yang pertama sih karna disini kan keseringannya
kita kumpul disitupun kiita eee mungkin
gini kita awalnya kita harus tau konsistensi
ama komitmen gitu kan komimen kita apa disini dengan kita dari awalpun kita ngomong kita bicara bareng-bareng kita
musyawarah tentang visi misi sendiri gitu kan,otomatis mereka mempunyai komitmen masing-masing gitu kan mengenai apa yang divisi misikan disini karna kita
membangun visi misi ini bukan saya sendiri tapi kita bersama-sama..jadi bisa
dibilang lebih mudah gitu kan karna kita komitmennya bersama-sama”
Interviewer:
”Terus satu lagi nih ya, terakhir strategi lo
biar rekan rekan lo tetap solid biar rumah sanggar ini bisa maju lama..kan
banyak kan sering ada yang stuck terus ngga jalan itu gimana strategi lo?”
Interviewee:
”Komunikasi sih yang utama, karena dengan
komunikasi kita bisa tau segala sesuatunya karna tanpa adanya sebuah komunikasi
pasti ada timbul sebuah miss komunikasi
yang bisa menyebabkan konflik.Intinya kalo kita sering berkomunikasi kta sering kumpul gitu kan itu mempererat juga tali
silaturrahim dan juga itu kan kita makin kukuh itu karna kita sering kumpul itu
kan sharing kita bertukarfikiran kita
buat satu hal apa gitu kan intinya lebih
ke ngebangun dan lebih ke mepersatukan
kembali bawasannya ini kita punya visi misi ini loh itu seperti itu sih secara garis besar aja itu”
Interviewer:
”Oke..makasih san ya gua doain semoga
sukseslah gua doain Rumah Subro makin terkenal bisa masuk TV”
Interviewee:
”Aamiin…Aamiin..Thankyou untuk doanya”
Interviewer:
”Selamat malam..”
Interviewee:
”Malam..Bye”
D.
Analisis Hasil Wawancara
Berdasarkan teori
leadership kontingensi kepemimpinan adalah
suatu proses di mana kemampuan seorang pemimpin untuk melakukan pengaruhnya
tergantung dengan situasi tugas kelompok (group task situation) dan
tingkat-tingkat daripada gaya kepemimpinannya, kepribadiannya dan pendekatannya
yang sesuai dengan kelompoknya. Subjek melakukan
pendekatan dengan karyawan dengan mengadakan acara-acara yang dapat menyatukan
kekeluargaan antar karyawan lebih dalam lagi.
Sebagai landasan studinya, Fiedler
menemukan 3 (tiga) dimensi kritis daripada situasi atau lingkungan yang
mempengaruhi gaya Pemimpin yang sangat efektif, yaitu:
a.
Kekuasaan atas dasar
kedudukan/jabatan (Position power)
Seperti yang dikatakan oleh subjek “lihat
dari sisi apa dulu nih kalo fatal ya kita harus tegas tapi kalo misalnya masih
bisa ditoleransi ya tetep yaudah yang penting jangan egois gitu” hal tersebut memperlihatkan bahwa subjek memiliki
kekuasaan tetapi dalam melakukan wewenang subjek melihat dari sebab suatu
masalah terjadi.
b. Struktur
tugas (task structure)
Dalam organisasi yang dipimpin subjek, subjek membagi
karyawannya dalam divisi-divisi agar pengaturan tugas lebih teratur.
c. Hubungan
antara Pemimpin dan anggotanya (Leader-member
relations)
Seperti yang dikatakan subjek, ”
kalo gue sih lebih kekeluargaan ya disini, jadi sebenernya kalo secara struktur
emang iya gitu kan tapi kalo secara yang kita tetapkan disini lebih
kekeluargaan, intinya kalo secara hubungan sih alhamdulillah baik, tapi memang
pasti ada aja yang ada suatu hal yang berbau konflik kaya beda pendapat tapi
kita selalu setelah berbeda pendapat kita evaluasi, apa nih jadi setelah
evaluasi kita kembali lagi” subjek lebih
mengedepankan kekeluargaan tetapi tidak menghilangkan struktur organisasi yang
telah di tetapkan oleh organisasi dan diselesaikan dengan evaluasi bersama.
E Kesimpulan
Kepemimpinan
adalah kemampuan seseorang untuk mempengaruhi individu atau kelompok di dalam
sebuah organisasi baik berskala kecil ataupun besar. Hal ini diperkuat dengan
teori kepemimpinan Fiedler “Contingency
Theory” yang mengeanggap bahwa kepemimpinan adalah suatu proses dimana
kemampuan seorang pemimpin untuk melakukan pengaruhnya tergantung dengan
situasi tugas kelompok (grup task situation) dan tingkat-tingkat daripada gaya
kepemimpinannya, kepribadiannya, dan pendekatannya sesuai dengan
kelompoknya.
Subjek dapat
dikategorikan sebagai pemimpin yang memiliki skor LPC tinggi (pemimpin yang
berorientasi ke hubungan). LPC atau Least Prefered Coworked) adalah skor yang
diperoleh menggambarkan jarak psikologis yang dirasakan oleh pemimpin antara
diri sendiri dengan “rekan kerja yang paling tidak disenangi”. Skor LPC yang
tinggi menunjukan bahwa pemimpin melihat rekan kerja yang paling tidak
disenangi dalam suasana meyenangkan. Sebaliknya, skor LPC yang rendah menunjukan
derajat kesiapan pemimpin untuk menolak mereka yang dianggap tidak dapat
bekerja sama.
Dari hasil
wawancara terlihat bahwa subjek memiliki skor LPC yang tinggi, hal ini
dibuktikan dengan dalam menjalankan roda organisasinya subjek lebih
mementingkan hubungan yang bersifat interpersonal dengan rekan kerjanya
dibandingkan dengan pelaksanaan tugas. Subjek juga memiliki orientasi proses
daripada orientasi hasil, maksudnya adalah subjek selalu ingin memantau setiap
proses yang dikerjakan oleh rekannya bukan hasil melihat hasil akhirnya saja.