Arsip Blog

Sabtu, 23 Mei 2015

Kesehatan Mental : Hubungan Kesehatan Mental dengan Kecerdasan Emosional

Kesehatan mental adalah terhindarnya seseorang dari gejala-gejala gangguan dan penyakit jiwa, dapat menyesuaikan diri, dapat memanfaatkan segala potensi dan bakat yang ada semaksimal mungkin dan membawa kepada kebahagian bersama serta tercapainya keharmonisan jiwa dalam hidup.
Kesehatan mental merupakan relatif, di mana keharmonisan yang sempurna antara seluruh fungsi-fungsi tubuh itu tidak ada. Yang dapat diketahui bahwa seberapa jauh jaraknya seseorang dari kesehatan mental yang normal. Terkadang orang menyangka, bahwa setiap ada ketidaknormalan akan tergolong kepada gangguan jiwa. Padahal orang yang telalu bodoh atau terlalu cerdas, biasanya bukan karena terganggu jiwanya, tetapi karena berbeda batas-batas kemampuan yang ada padanya. Memang dalam keadaan tertentu, terganggunya kesehatan mental dapat menyebabkan orang tidak mampu menggunakan kecerdasannya.
Kecerdasan emosional  adalah kemampuan seseorang untuk  menerima, menilaimengelola, serta mengontrol emosi dirinya dan oranglain di sekitarnya. Dalam hal ini, emosi mengacu pada perasaan terhadap informasi akan suatu hubungan.  Sedangkan, kecerdasan (intelijen) mengacu pada kapasitas untuk memberikan alasan yang valid akan suatu hubungan. Kecerdasan emosional (EQ) belakangan ini dinilai tidak kalah penting dengan kecerdasan intelektual (IQ). Sebuah penelitian mengungkapkan bahwa kecerdasan emosional dua kali lebih penting daripada kecerdasan intelektual dalam memberikan kontribusi terhadap kesuksesan seseorang.
Menurut Howard Gardner (1983) terdapat lima pokok utama dari kecerdasan emosional seseorang, yakni mampu menyadari dan mengelola emosi diri sendiri, memiliki kepekaan terhadap emosi orang lain, mampu merespon dan bernegosiasi dengan orang lain secara emosional, serta dapat menggunakan emosi sebagai alat untuk memotivasi diri 

Kecerdasan emosional sangat penting dimiliki oleh seseorang karena dengan adanya kecerdasan emosional kita bisa mengontrol emosi yang ada didalam diri kita dan lingkungan sekitar kita. Lalu apa hubungannya kesehatan mental dengan kecerdasan emosional, disini keduanya memiliki hubungan yang saling mempengaruhi, jika kita sedang merasa marah, sampai tidak bisa mengontrol emosi kita, maka tubuh kita akan merasa lelah, energi kita akan merasa habis dan mental kita pun ikut terpengaruh. Disini keadaan mental kita akan terganggu karena emosi kita tadi. Emosi juga berpengaruh ketika kita sedang dihadapkan oleh pilihan, jika kita sedang merasa emosi sehingga kita salah mengambil pilihan karena kita tidak bisa berpikir dengan jernih, oleh karena itu dengan adanya kecerdasan emosional kita diharapkan mampu mengendalikan emosi kita, mengendalikan perasaan, dan mampu menggunakan emosi dengan baik sehingga keadaan mental kita tidak terpengaruh dan mampu mengambil keputusan yang tepat. Jika kita bisa mengendalikan emosional kita dengan baik maka mental kita pun akan sehat.

Refrensi: 
       Sarwono, Sarlito W. (2012) Pengantar Psikologi Umum. Cet 4. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
Daradjat, Zakiah. 1997. Kesehatan Mental. Gunung Agung

Kesehatan Mental : Fenomena Depresi





Setiap orang pasti pernah merasakan depresi pada saat – saat tertentu, seperti misalnya sedih, lesu, tidak minat pada aktivitas apapun meski menyenangkan. Situasi yang menjadi penyebab utama depresi adalah kegagalan di sekolah, di tempat kerja atau kegagalan dalam hal cinta. Depresi dianggap abnormal ketika depresi tersebut di luar kewajaran dan berlanjut sampai dimana kebanyakan orang sudah dapat pulih kembali. (Atkinson dkk., 1992).
Depresi adalah suatu kondisi yang lebih dari suatu keadaan sedih, bila kondisi depresi seseorang sampai menyebabkan terganggunya aktivitas sosial sehari-harinya maka hal itu disebut sebagai suatu gangguan depresi. Penderita depresi tidak mampu mengambil keputusan untuk memulai suatu kegiatan atau memusatkan perhatiannya kepada sesuatu yang menarik. Dalam taraf yang ekstrim, penderita dapat disertai adanya kecemasan dan bisa jadi mencoba bunuh diri.
Menurut Chaplin (1995) Depresi pada orang normal dapat diartikan sebagai keadaan murung (kesedihan , patah hati, dan patah semangat) yang ditandai dengan rasa tidak puas, menurunya aktivitas, dan pesimisme di dalam mengadapi masa datang. Sedangkan depresi secara abnormal dapat diartikan sebagai ketidakmampuan yang ekstrim untuk merespon stimulus dan disertai menurunnya nilai diri, ketidakmampuan, delusi dan putus asa.
 Menurut Bandura (1986, 1997) Kegagalan sering berakibat terhadap depresi. Dan orang -  orang depresi sering menurunkan nilai pencapaian mereka sendiri. Hasilnya adalah kesedihan kronis, perasaan tidak berharga, perasaan tidak memiliki tujuan, dan depresi yang bertahan.
Bandura yakin bahwa penyebab depresi dapat terjadi dalam salah satu dari tiga subfungsi regulasi diri: (1) observasi diri, (2) proses penilaian, dan (3) reaksi diri.
  1.       Pada saat observasi diri, orang dapat dalah menilai performa mereka sendiri atau mendistorsi ingatan mereka menganai pencapaian di masa lalu, dan mengecilkan pencapaian mereka terdahulu, suatu kecendrungan yang akan meningkatkan depresi mereka.
  2.           Orang – orang depresi lebih mungkin melalukan penilaian yang salah. Mereka menentukan standar yang tidak realistis dan sangat tinggi, sehingga pencapaian pribadi apa pun akan dinilai sebagai kegagalan. Depresi lebih mungkin terjadi pada mereka yang menentukan tujuan dan standar personal yang jauh lebih tinggi daripada persepsi kemampuan mereka untuk mencapai hal -  hal tersebut.
  3.     Reaksi diri orang depresi cukup berbeda dari mereka yang tidak depresi. Orang – orang depresi tidak hanya menilai diri mereka sendiri dengan keras, mereka juga cenderung memperlakukan diri mereka dengan buruk karena keterbatasan – keterbatasan mereka.

Depresi adalah suatu penyakit hati yang menyebabkan kita tidak bersemangat melakukan apapun, perasaan yang lebih dari sedih. Depresi menyebabkan kita lelah secara mental. Dalam kehidupan sehari – hari kita harus menjauhkan perasaan depresi karena depresi bisa saja membuat kita melakukan hal – hal yang tidak terduga seperti bunuh diri. Untuk menjauhi perasan depresi kita harus selalu memiliki pikiran positif mengenai diri kita sendiri. Olahraga juga bisa membantu seseorang dalam mengatasi depresi, dengan olahraga pikiran kita akan lebih tenang dan segar. Mari hidup sehat dengan selalu olahraga terartur dan berpikiran positif.


Refrensi:
1.      Riyanti, Dwi B.P, Hendro Prabowo (1998) Psikologi Umum 2. Jakarta : Universitas Gunadarma.
2.      Feist, Jess. Feist,Gregory J. (2011) Teori Kepribadian 2. Jakarta: Salemba Humanika.